Merdeka Belajar dalam Wajah Pendidikan Indonesia
Sistem pendidikan di Indonesia memiliki aturan yang berlaku. Hal ini tentu memiliki tujuan untuk memajukan pendidikan serta pelaku di dalamnya, yaitu anak bangsa yang sedang dituntut untuk menjadi penerus bagi tanah air Indonesia. Pendidikan itu sendiri tentunya harus benar-benar berjalan selaras dengan tujuan yang ingin dicapai. Kurikulum menjadi suatu acuan bagi pendidikan di Indonesia dan diatur berdasarkan undang-undang yang berlaku. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum seringkali berubah dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan dalam dunia pendidikan terlebih khusus bagi peserta didik yang menjadi objek pendidikan.
Dunia pendidikan itu sendiri seringkali mengalami dinamika, tentu ini hal menarik bagi semua pelaku pendidikan, mulai dari pendidik dan peserta didik. Setelah melewati berbagai kurikulum, akhirnya Kementerian Pendidikan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengeluarkan aturan baru tentang pelaksanaan kurikulum "Merdeka Belajar" di semua Satuan Pendidikan yang ada di Indonesia.
Apa Itu Merdeka Belajar?
Dari dua kata ini, yaitu merdeka dan belajar tentu kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kementrian pendidikan dengan sengaja mengusung tema ini sebagai bentuk pelaksanaan tujuan yang ingin dicapai dalam dunia pendidikan, yaitu kebebasan dalam belajar bagi peserta didik (siswa), setelah melewati berbagai pedoman lain yang dirasa kurang maksimal dalam pelaksanaannya. Merdeka Belajar adalah suatu inisiatif bagi pendidikan yang digagas oleh pemerintah Indonesia, dengan tujuan memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih materi pembelajaran, metode pembelajaran, dan tempat belajar yang sesuai dengan minat dan potensi mereka. Hal ini jelas untuk meningkatkan kreativitas, motivasi belajar, dan hasil akademik siswa yang diharapkan mampu menjawab keresahan yang sudah berlarut belum terselesaikan.
Peluang Pelaksanaan Kurikulum Merdeka Belajar
Menjawab tuntutan hidup adalah salah satu peluang penerapan merdeka belajar di satuan pendidikan. Kurikulum merdeka memberi kesempatan sebebas-bebasnya kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang tentu relevan dengan dunia nyata, seperti cakupan pembelajaran berbasis projek, pengalaman praktis, dan penekanan pada keterampilan abad ke-21 dengan tujuan agar dapat menjawab tantangan dalam kehidupan pribadi, dan sosial.
Pembelajaran berbasis projek ini sudah dikenal dengan istilah "Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila". Tema projek dalam pembelajaran telah ditentukan oleh Kemendikbudristek, tinggal bagaimana satuan pendidikan itu sendiri yang memilih dan menyesuaikan dengan keadaan lingkungan sosial dan infrastruktur pendidikan di daerah pelaksanaannya. Salah satu tema besar dalam pelaksanaan projek adalah "Kearifan Lokal" tentang bagaimana peserta didik mulai dikenalkan dengan budaya-budaya setempat, belajar menghargai dan mengakui warisan budaya dalam pembelajaran seperti; pengetahuan, nilai-nilai, dan praktik-praktik tradisional yang ada dalam kehidupan masyarakat. Tentunya hal ini merupakan pencapaian yang luar biasa apabila bisa diintegrasikan dengan baik dalam kurikulum merdeka dan menghasilkan satu projek dari karya tangan peserta didik.
SMA Negeri 1 Borong sendiri yang merupakan satuan pendidikan tempat penulis mengabdi telah menghasilkan teater budaya tentang perkawinan adat orang Manggarai yang digagas dari fenomena diskursus yang terjadi antara pemangku kepentingan dalam lingkaran kehidupan masyarakatnya. Tentu ini menjadi pencapaian bagi peserta didik, selain belajar tentang budaya perkawinan masyarakat orang Manggarai, mereka juga langsung berperan aktif menghasilkan suatu teater sebagai projek pencapaian. Ada juga tema lain, seperti "kewirausahaan dan kebekerjaan". Peserta didik ditantang untuk belajar menghasilkan produk sebagai modal belajar sehingga nanti setelah selesai dari pendidikan menengah atas telah siap untuk bekerja dan berwirausaha. Tentu ini semua adalah peluang baik yang didapatkan dari pelaksanaan kurikulum merdeka di satuan pendidikan.
Bagaimana Penerapan Kurikulum Merdeka di Satuan Pendidikan?
Harapan akan ketercapaian pelaksanaan merdeka belajar secara maksimal tentu menjadi yang utama, tetapi belum tentu segala sesuatu yang diharapkan dapat terlaksana dengan baik, apalagi mengingat kondisi sosial masyarakat yang berbeda, infrastruktur pendidikan, dan sumber daya manusia yang beragam. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, "bagaimana dengan tujuan pendidikan itu sendiri menurut filosofi Ki Hadjar Dewantara yakni; mendorong peserta didik untuk maju?, apakah sudah berjalan maksimal?".Cukup menarik ketika kita coba mengulas tiga aspek besar di atas.
Pertama, kondisi sosial masyarakat; Kondisi sosial masyarakat pada umumnya tentu dapat mempengaruhi penerapan kurikulum merdeka misalnya, tingkat pemahaman orang tua dan masyarakat tentang konsep dan tujuan kurikulum merdeka yang dapat mempengaruhi dukungan mereka terhadap implementasinya, seperti; kebanyakan orang tua merasa banyak waktu anak yang dihabiskan di Sekolah tanpa ada tujuan yang jelas, nilai akademik anak tidak lagi menjadi ukuran kemampuan sepenuhnya, proses belajar yang tidak hanya habis di dalam kelas tetapi aktif di luar kelas. Hal-hal seperti ini tentu terjadi karena masyarakat pada umumnya memiliki konsep pendidikan yang berbeda dan diukur berdasarkan pengalaman dan kebiasaan yang sudah lama mereka terima sehingga masyarakat merasa tidak sependapat bahkan tidak setuju dengan penerapan merdeka belajar di satuan pendidikan.
kedua, Infrastruktur pendidikan: Beberapa daerah di Indonesia, memiliki masalah infrastruktur pendidikan yang tidak memadai untuk mendukung konsep merdeka belajar. Tentu fenomena ini disebabkan oleh ketidaktersediaan fasilitas seperti perpustakaan sekolah, akses internet cepat, dan ruang belajar yang nyaman.
Oleh karena kurangnya fasilitas tersebut, peserta didik mengalami kesulitan untuk dapat belajar dengan panduan merdeka belajar.
Ketiga, Sumber daya manusia yang beragam juga dapat menyebabkan
tingkat keterampilan dan pengalaman yang berbeda dalam merancang dan mengimplementasikan merdeka belajar. Tentu ini dapat menyebabkan variasi dalam kualitas pembelajaran yang ditawarkan kepada peserta didik.
Wajah Pendidik Merdeka Belajar
Guru memiliki peran penting dalam proses belajar peserta didik pada satuan pendidikan. Pendidik memegang kendali agar peserta didik bisa betul-betul menjalankan proses belajar sesuai dengan tuntutan merdeka belajar. Begitu banyak dinamika dan tantangan yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik. Tuntutan kurikulum yang terus berubah membentuk guru menjadi individu yang tidak lagi menjadi sahabat anak didik, tetapi lebih memikirkan menyelesaikan tugas administrasi yang jika tidak dilaksanakan tentu akan berdampak pada kredibilitas guru sebagai pendidik. Kinerja dan kredibilitas tidak lagi dinilai secara langsung di dalam ruang kelas, tetapi harus menunjukan bukti dokumen untuk menunjukan peran.
Penulis berpendapat bahwa dalam konteks penerapan merdeka belajar, ada diskursus (wacana) yang sedang dipersiapkan. Diskursus itu sendiri menurut kamus kajian budaya merupakan penyatuan bahasa dan praktik dan merujuk pada sejumlah cara dengan aturan-aturan tertentu. Sementara menurut Foucoult diskursus didefinisikan sebagai relasi-relasi pengetahuan, praktik sosial, kekuasaan yang melandasi serta subjektivitas yang terbentuk oleh relasi-relasi tersebut (Piliang, 2004:144). Foucoult mengungkapkan bahwa wacana membangun pengetahuan dalam kondisi sosial serta kultural, mengatur apa yang dapat dikatakan atau dipikirkan tentang hal-hal tertentu, serta mengatur subjek yang dapat berbicara, kapan dan di mana praktik diskursus itu dapat dilakukan.
Merdeka belajar merupakan suatu wacana besar yang sedang berjalan di dunia pendidikan sekarang ini. Mulai dari aturan yang dibentuk oleh kuasa dan pengetahuan yang merujuk pada pendisiplinan tubuh bagi para pelaku di dalamnya dan harus dijalankan sebagai bagian dari kewajiban. Filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yakni "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani" menjadi wacana besar merdeka belajar di dunia pendidikan saat ini, dan guru sebagai pendidik harus memenuhi segala tuntutan itu. Ada kuasa yang dipoles dengan pengetahuan dalam pintu pendidikan.
Konsep pendisiplinan tubuh menjadi kesimpulan akhir bagi wajah pendidikan saat ini. Guru dituntut untuk memenuhi segala program yang dibuat dan digagas, begitu banyak, sehingga guru tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk berbagi dengan anak didiknya yang dijalankan hanyalah jawaban atas wacana yang telah menjadi aturan. Penggunaan metode pembelajaran yang kreatif, inovasi yang diciptakan bukan lagi sebagai suatu landasan yang betul-betul ingin dicapai tetapi untuk menyelesaikan dokumen yang ditagih terus menerus untuk diunggah di berbagai laman yang telah sengaja diciptakan sebagai wadah untuk menampung segala pergerakan pendidikan. Selanjutnya, bagaimana nasib para guru di Republik ini? apakah pendidikan Indonesia akan terus seperti ini? Sekian.
REFERENSI
Piliang, Y. 2004. Dunia yang berlari: Mencari “Tuhan-Tuhan Digital.” Jakarta: Grasindo
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2023 Tentang SIstem Pendidikan Nasional
Komentar
Posting Komentar