LINGKO LODOK; Perjalanan Singkat, Sejarah, dan Nilai di Dalamnya
Kebudayaan dan manusia adalah dua konsep yang
tidak dapat terpisahkan. Begitu banyak prespektif yang menjelaskan kedua konsep
ini dalam satu rantai, salah satunya adalah tradisi. Manusia adalah pelaku
utama dalam tradisi dan bertugas lebih keras, bukan hanya sebagai anggota
tradisi itu saja ataupun bertugas hanya sebagai sumber informasi, tetapi
menjaga dan mencintainya sampai kapanpun. Bakker mengungkapkan, manusialah
pelaku kebudayaan. Ia menjalankan kegitannya untuk sesuatu yang berharga dengan
demikian kemanusiaannya semakin nyata.
Perjalanan
kali ini cukup menyenangkan ketika saya beranjak dari sedikit cerita tentang
“kolo” menuju “lodok”. Yang membuat perjalanan ini menarik, tentu karena
teman-teman My Flores yang begitu bersemangat menjemput sejarah tentang
“lodok” dan lagi-lagi saya merasa tertantang untuk menulis perjalanan menarik ini
sebagai orang Manggarai yang memiliki kecintaan tentang momen indah saat dahulu
sejarah itu dibentuk. Bertempat di Weol Cancar, Kelurahan Wae Belang, Kecamatan
Ruteng Kabupaten Manggarai Cerita tentang lodok dimulai.
Lebih jauh berceritra, Lingko merupakan
tanah pertanian yang sudah diakui hak miliknya secara komunal ataupun
perorangan. lingko dahulu dikenal sebagai tanah milik dari suatu kampung atau
dusun dalam bentuk ikatan garis keturunan yang masih dipegang teguh oleh orang
Manggarai hingga sekarang. Lodok adalah titik awal pada saat membagi tanah ulayat
dan terletak di tengah area tanah ulayat. “lodok” memiliki keterkaitan dengan lingko yaitu, sistem pembukaan tanah
dan pembagian “lingko” yang berbentuk jaring laba-laba dan dimulai dari
satu titik pusat, kemudian ditarik garis lurus sehingga membentuk segita yang
memanjang.
Dalam unggahan youtube teman-teman My Flores
Bapak Basilius yang merupakan tokoh adat dan informan di Desa Weol sedikit
menjelaskan tentang asal mula pembagian lahan yang berbentuk lingko lodok. (Jadi
danong tanah lingko lodok so,o toe hanang no,o. Jadi seluruh mai salemai selat
sape, haeng wae mokel awo) Jadi dulu tanah lingko lodok ini terdapat di semua
wilaya Manggarai. Mulai dari selat sape sebagai batas bagian barat tanah
Manggarai sampi di Wae Mokel sebagai batas timurnya. Bapak Basilius meneruskan,
di mana saja ada rumah adat (gendang) pasti juga ada pembagian tanah berbentuk lodok.
Bapak Darius yang juga merupakan informan
dalam perjalanan teman-teman My Flores mengungkapkan, ketika dahulu ia bertanya
kepada bapanya tentang sitem pembagian lingko yang berbentuk lodok, bapanya
sedikit menjelaskan, bentuk tanah ini bermula dari gendang . Bentuk lodok dibuat berdasarkan bentuk gendang dengan tujuan semua warga dalam kampung
mendapat bagian dalam lodok.
Bapak Basilius menceritakan sistem pembagian tanah lodok menurut latar belakang historis; jadi yang membagi tanah adalah “tu,a
teno” (orangtua yang berfungsi untuk membagi tanah) bersama dengan tu,a golo (orangtua
yang memiliki kuasa ulayat atas tanah/lahan) kedudukan tua golo dan tua
teno sama, mereka tinggal di mbaru gendang. Pada saat pembagian mereka
berhak mendapatkan bagian lebih besar atau lime ponggo (jari jempol), seluruh
sanak saudara yang tinggal di dalam kampung mendapatkan bagian yang ditandai
dengan jari telunjuk sedangkan untuk anak wina (keluarga pemberi suami) yang
tinggal di kampung tersebut ditandai dengan jari kelingking. Pembagian bagian-bagian lingko tersebut menggunakan lidi. Jadi orang tua dulu menggunakan jari tangan
untuk mengukur besar dan kecil ukuran tanah dalam lodok lingko sampai
kapanpun sistem pembagian ini tidak dapat diubah karena hal ini merupakan
simbol adat-istiadat orang Manggarai.
Begitu indah dan menarik ketika sedikit
kembali pada perjalanan historis orang Manggarai terlebih khusus pada sistem
yang dibentuk nenek moyang kita dengan begitu seni mengungkapkan makna yang begitu mendalam. Apa
lagi ketika simbol jari digunakan dalam tradisi pembagian lingko itu
menandakan suatu kekayaaan pengetahuan luar biasa yang dimiliki nenek moyang
orang Manggarai.
Demikian ceritra perjalanan teman-teman @My
Flores dalam edisi Lingko Lodok selamat membaca dan menikmati tontonan
edukatif ini.
Akhir jumpa, saya berterima kasih kepada
teman-teman
My Flores yang dengan senang hati terus berkarya dengan tujuan
sama-sama menjaga dan melestarikan
tradisi orang Manggarai. Terima kasih sobat.
Gagah om Oik. Keep it up
BalasHapusTerima kasih untuk dukungannya kae 🙏
HapusSangat menambah wawasan kae daku... Mantap
BalasHapusterima kasih banyak teman
Hapus⏩⏩
BalasHapusLanjutkan bro🍻 penting sekali tulisan2 seperti ini untuk kaum milenial yang jarang mendapatkan ajaran(ilmu) tentang adat
BalasHapusTerima kasih banyak sobat 🙏
HapusMantap, menambah pengetahuan bagi byk masyarakat Manggarai yg blm byk tahu tentang tradisinya sendiri.
BalasHapus