TAPA KOLO; Manggarai dan Nilai Leluhurnya

Budaya adalah suatu konsep yang luas. Konsep yang di masing-masing sisi terisi dengan tujuannya masing-masing. Sedangkan adat istiadat merupakan salah satu di dalam nilai budaya itu sendiri.

Saya sebagai penikmat budaya khususnya adat istiadat Nusantara merasa tertarik dan tertantang untuk sedikit menulis dan mengulas tentang salah satu keniscayaan di Daerah saya sendiri. Setelah saya menikmati suguhan hangat dari akun youtube “My Flores” yang memuat  video proses pembuatan hingga upacara adat tapa kolo saya jadi memiliki niat untuk mengabadikannya dalam bentuk tulisan.  Video yang segala prosesnya dilaksanakan di Kampung Wakos Desa Poco Ri,I Kabupaten Manggarai Timur itu menjelaskan secara implisit tentang tradisi tersebut.

Tapa adalah bakar dan kolo adalah bambu jadi  Tapa kolo memiliki arti proses memasak nasi dengan menggunakan bambu. Hal ini yang membuat tradisi kolo  menjadi suatu keindahan yang terberi di tanah Manggarai. Memasak nasi dengan menggunakan bambu biasanya dilaksanakan pada upacara penti yang bertempat di Rumah gendang, sedangkan di kebun dan sawah untuk memulai proses tanam padi.  secara historis tapa kolo memiliki makna tersirat tentang suatu ungkapan permohonan dan terima kasih yang ingin disampaikan orang Manggarai kepada nenek moyang.

Cara membuat kolo cukup mudah; beras dibersihkan terlebih dahulu, lalu dimasukan ke dalam bambu berukuran kecil dan jangan lupa agar bambu tersebut dialas menggunakan daun enau supaya nasi yang dimasak bersih, setelah itu tambahkan sedikit air. Sesudah semuanya selesai yang lain sibuk dengan menyediakan api untuk membakarnya.



Bapak Aloysius Agul salah satu tokoh adat dan informan dalam video yang diunggah akun youtube “My Flores” sepatah menjelaskan tentang kolo dan tujuannya sambil menunggu hidangan kolo dan teman-temannya yang siap disantap siang itu. Tujuan dibuatnya acara tapa kolo yaitu pedeng sekeng na ni’I  yang berarti ritual tapa kolo yang khusus diadakan setelah menanam padi baru. Bapak Aloysisus menjelaskan tujuan tersebut sesuai dengan kejadian  dilaksanakannya tapa kolo yang bertepatan dengan kedatangan teman-teman “My Flores” di Kampung Wakos. Bapak Aloysius juga menambahkan dua tujuan dilaksanakannya tapa kolo sesuai dengan adat dan kebiasaan di Kampung Wakos Manggarai Timur yaitu, naka wela kopi ; syukuran atas munculnya bunga pada pohon kopi, penanda bahwa sebentar lagi pohon kopi akan berbuah. Berikutnya holi beo yaitu sykuran akhir tahun saat semua benih jagung, padi, dan kopi disiapkan untuk musim tanam di tahun yang baru. Ritual ini berlangsung di tengah kampung dan dirayakan oleh semua warga kampung sementara kedua ritual lain di atas hanya melibatkan masing-masing keluarga yang memiliki lahan. Setelah  kolo disedikan merekapun langsung menyatapnya dengan rasa syukur lewat tanda salib sebagai do,a kepada Tuhan.


Memahami suatu kebudayaan dimungkinkan hanya lewat ‘peristiwa’. Kepercayaan tentang keberadaan leluhur pada masa lampau yang masih membekas dan tetap terjaga sampai sekarang merupakan tugas mulia bagi kita penerus tradisi Begitu kira-kira yang dapat saya gambarkan tentang ritual kolo orang Manggarai. 

Akhir ceritra yang bertajuk tapa kolo Bapak Riska Mengucapkan ungkapan terima kasih kepada keluarga dan orang Kampung Wakos yang telah hadir dan bergotong royong bersama untuk meramaikan ritual tapa kolo  di sawah miliknya. 

Ungkapan terima kasih  kepada teman-teman “My Flores” yang dengan niat baiknya membantu tradisi orang Manggarai agar tidak terlupakan. Menjaga, merawat dan melestarikan kebudayaan adalah tugas kita bersama. Salam hangat dari Wakos untuk kita semua.



 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dodo;Seni Berkebun Orang Manggarai

Merdeka Belajar dalam Wajah Pendidikan Indonesia

LINGKO LODOK; Perjalanan Singkat, Sejarah, dan Nilai di Dalamnya